Alicia Williams adalah tiktokers dan pencerita kisah-kisah arwah.
Penulis: Sandy Maulana | Penyunting: Redaksi Lampau
Batu nisan itu berwarna cokelat gelap. Lumut dan debu tebal dan lumut menutupi aksara-aksara samar yang tergores di permukaannya. Seperti biasa, Alicia Williams memulai proses restorasi dengan mengikis debu dan gumpalan pasir menggunakan scraper plastik. Ia lalu membilas batu dengan larutan biodegradable, menyikatnya, membilas lagi, lalu membiarkan matahari membuatnya kering.
Selang beberapa waktu, nisan yang sebelumnya legap jadi terang. Di permukaan nisan tertulis inskripsi:
Josephine
Daughter of O.G. & G.P. Bell
July 19, 1899.
Nov. 10, 1903.
A little child shall lead them.
Sihir Alicia tak berhenti sampai di situ. Ia juga menceritakan kisah mereka yang ia bersihkan nisannya kepada 2,4 juta pengikut di Tiktok.
Senin, 118 tahun yang lalu, Josephine, gadis dengan tinggi sekaki meja dan berusia 4 tahun, bermain boneka kertas bersama saudarinya di dekat perapian. Nahas tiba-tiba api menyambar gaunnya. Keesokan harinya yang tersisa dari api itu hanya kesedihan.
Di video lain, Alicia membersihkan nisan Cary Davis (1898-1943), perwira batalion US. Army 505th Engineering Service. Cary bersama rekan-rekannya di batalion 505 adalah prajurit yang bertanggung jawab membangun jalan aspal, rel kereta api, dan drainase selama Perang Dunia I.
Alicia biasa membersihkan nisan di pemakaman lokal dekat rumahnya di Bedford, Virginia. Di Tiktok, Alicia menggunakan nama alias “ladytaphos”. Pilihan nama yang menarik karena taphophile adalah istilah bagi para penggemar kuburan. Sebagian pengikut menonton videonya demi mendengar suara gesekan sikat dan scraper yang sejujurnya memang ASMR-able. Sebagian lain mungkin tertarik mendengar kisah dari nisan yang sebelumnya berpuluh-puluh tahun tak pernah dipedulikan.
Dokumentasi: Alicia Williams via atlasobscura.com
Kepada atlas obscura, Alicia bercerita kalau dia mulai membersihkan nisan sebagai cara bertahan dari duka perceraian. “Setelah membersihkan beberapa nisan, saya sadar bahwa ini adalah pekerjaan yang berkesinambungan. Butuh waktu hampir seabad bagi sebuah nisan untuk menjadi legap. Diperlukan waktu dua, tiga, hingga enam bulan pula: mengikis, menyikat, membilas dengan larutan biodegradable; sampai hasil dari pembersihan tampak. Pekerjaan ini bak metafor yang membantu saya pulih”.
Alicia biasanya membersihkan nisan mereka yang terkubur sorangan. Dalam hati ia kerap bertanya: apa yang membuat kamu dikucilkan? Penelusurannya di ancestry.com dan koran-koran tua atau arsip kematian milik perpustakaan kota memberikan jawaban bahwa mereka yang nisannya sendiri, jauh dari nisan-nisan lain di sekitarnya, biasanya merupakan minoritas. Ada banyak silsilah, asal-usul, pengalaman hidup milik minoritas yang telah terseleksi dan tidak dituturkan. Ia berharap apa yang ia lakukan dapat mengobati luka mereka yang terpinggirkan.
Selepas membaca wawancara Alicia, hati saya mengembang. Ketika akhir-akhir ini kita kerap menjumpai berita kehilangan keluarga, pekerjaan, tempat tinggal, mengapa kita tidak mencoba menemukan cerita dari mereka yang telah tiada?

Sandy Maulana
Penulis dan penyunting lepas. Kerap menganggap le meilleur des mondes possibles adalah dunia di mana semua orang senang orek tempe. Bisa disapa atau ditawari proyek (hehe, namanya juga usaha) melalui sandymaulanay@gmail.com