“Potret” Orang Jawa Kuno dalam Relief di Candi Ijo (cr : Salma FK)
Rasanya orang-orang dari 1000-an tahun yang lalu tidak jauh berbeda dengan kita.
Penulis : Salma FK | Penyunting : Sandy Maulana
Nama Mataram sebagai kerajaan mungkin tidak asing oleh sebagian besar orang. Sejauh ini ada dua kerajaan Mataram. Mataram pertama muncul pada sekitar abad ke-8 M (Mataram Kuno). Sementara yang lain, yakni Mataram Modern Islam, diperkirakan eksis sejak kisaran abad ke-16 M—paling tidak dari catatan waktu dibangunnya tembok-tembok keraton kerajaan. Semuanya ada di Pulau Jawa, dan kali ini Mataram ‘senior’ yang bakal dibahas terlebih dahulu.
Sebagai pengantar, untuk bercerita tentang Mataram Kuno, data tertulis yang digunakan adalah prasasti (logam dan batu). Prasasti dibaca, diartikan, dirangkum, sehingga dapat dinarasikan menjadi “kisah” sebuah kerajaan. Untuk menuliskan kalimat sederhana seperti: “raja pertama Mataram Kuno adalah Sañjaya dan memerintah sejak tahun 717 M” (Boechari 2012), para epigraf membutuhkan proses yang lama. Lebih lama dari sekadar membaca teks hafalan khas buku pelajaran.
Melalui jerih payah peneliti di bidang Jawa Kuno, kita jadi tahu bahwa ada kemiripan antara dulu dan sekarang. Misalnya dalam struktur perwilayahan, ekonomi, pemerintahan, hingga hiburan. Pemahaman itu sebagian besar disarikan dari prasasti abad 9-10 M, masa-masa ‘aktif’ kerajaan Mataram Kuno.
Apa saja yang sekiranya mirip? Mari kita telusuri.
a. Istilah untuk wilayah
– Desa = wanua/banua
– Kumpulan desa (setingkat kecamatan?) = watak
Contoh kutipan di prasasti :
“…anak banua i kahaṅattan watak haměas kapua winaiḥ pasak-pasak wḍihan…” (Prasasti Rukam, 907 M, baris ke-10).
artinya : “…penduduk desa Kahaṅattan, kecamatan Haměas semua mendapat hadiah berupa kain…” (Nastiti, Dewi, and Kartakusuma 1982).
b. Raja dan staff–staff nya
Raja memerintah di ibukota (seperti presiden atau gubernur barangkali). Beliau dibantu oleh beberapa putra, pejabat keagamaan, dan serta pejabat-pejabat lain yang lebih rendah (Boechari 2012). Adapun para abdi raja di daerah tertentu yang memiliki keahlian khusus. Berikut ini beberapa istilahnya :
– śrī mahārāja rake watukura dyah balitung : Raja Balitung (Prasasti Rukam, 907 M).
– rakṛyan mapatih i hino : perdana menteri putra mahkota (Prasasti Hariñjing B, 843 M).
– bhagawanta bari : pendeta(bernama) Bari (Prasasti Hariñjing B, 843 M).
– parujar si tguh : juru bicara(bernama) Tguh (Prasasti Luitan, 901 M).
– wariga si bes : ahli perbintangan (bernama) Bes (Prasasti Luitan, 901 M).
– citralekha i tiruan : juru tulis dari tiruan (Prasasti Luitan, 901 M).
Selain istilah-istilah di atas sebenarnya masih banyak lagi berbagai jabatan ataupun pekerjaan pada masa Mataram Kuno. Untuk mengetahui lebih banyak silakan tanyakan saja pada mahasiswa arkeologi yang memiliki minat Epigrafi silakan klik disini.
c. Perekonomian
Perdagangan menjadi hal yang lumrah di masa Mataram Kuno. Dalam prasasti terdapat istilah pinikul dagangnya. Artinya? Seseorang yang berjualan dengan memikul dagangan (mirip bukan dengan yang masih tersisa saat ini?). Prasasti juga mengatur pedagang. Istimewanya, mereka tidak dikenai pajak (lebih jauhnya baca: Jones 1984).
Apa saja dagangan yang dipikul? Banyak sekali, di antaranya abasana, bawang, bras, gangsa, garam, pja, hingga wsi (pakaian, bawang, beras, lonceng dari logam, garam, ikan asin, hingga besi). Ada juga añambul, kasumbha, gula, dan wwahan (pewarna hitam, pewarna kuning dan merah, gula, dan buah-buahan).
Mirip-mirip? Ya, dan yang pasti mereka sebenarnya juga berjualan di pasar, pun berkeliling kemana saja asalkan ada yang beli.
d. Hiburan
Prasasti penetapan sima adalah prasasti yang paling populer. Raja paling rajin mencatat acara ini, ratusan prasasti sudah diterbitkan, rangkaian acara kerap kali disebutkan. Mungkin bila dibandingkan keriuhannya sekarang, mirip dengan acara peresmian atau ground breaking gedung baru. Makan bersama dan penampilan menghibur barangkali menjadi poin yang paling dinanti.
Berikut ini adalah salah satu cuplikan pertunjukkan yang ditampilkan dalam penetapan sima dari Prasasti Wukajana (tanpa tahun, menyebutkan nama Raja Balitung–naik tahta 898 M) :
“…kahlamannya hinyūnnakan tontonan mamidu sang tangkilhyang si nalu macarita bhīmma kumāra mangigal kīcaka si jaluk macarita rāmāyana mamirus mabañol si mungmuk si galigī mawayang buat hyang macarita bīmma ya kumara…”.
artinya :
“kemudian diminta diadakan pertunjukkan menyanyi oleh Si Nalu dari Tangkilhyang dengan cerita Bhīma Kumāra, sambil menari (memerankan tokoh) Kīcaka. Si Jaluk membaca cerita Rāmayāna, yang melawak adalah Si Mungmuk, dan Si Galigī mendalang dengan cerita Bīmma Kumara” (Poesponegoro 2010).
Sekarang masih ada kan ya hiburan semacam ini? Ketinggalan jaman? Tidak! Memang sudah tua kok.
***
Mungkin itu saja dulu persamaan yang dapat kita ada-ada kan di antara aku dan dia kerajaan yang jaya pada abad 9-10 M dan kondisi masa ini. Rasanya orang-orang dari 1000-an tahun yang lalu tidak jauh berbeda dengan kita. Ternyata mereka tidak sekuno itu, barangkali makhluk milenial saja yang kebanyakan nggumun.
Nyatanya orang Mataram Kuno terbukti telah memerintah, berdagang, bahkan melawak!
Referensi :
Boechari. 2012. “Kerajaan Mataram sebagaimana Terbayang dari Data Prasasti” dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Cet. 1. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Jones, Antoinette M. Barrett. 1984. Early Tenth Century Java from the Inscriptions: A Study of Economic, Social, and Administrative Conditions in the First Quarter of the Century. Verhandelingen van Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- En Volkenkunde 107. Dordrecht, Holland ; Cinnaminson, U.S.A: Foris Publications.
Nastiti, Titi Surti, Dyah Wijaya Dewi, dan Richardiana Kartakusuma. 1982. Tiga Prasasti Dari Masa Balitung. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Poesponegoro, Marwati Djoened, ed. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II. Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahardjo, Supratikno, dan Edi Sedyawati. 2011. Peradaban Jawa: Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir. Jakarta, Indonesia: Komunitas Bambu.
Penulis : Salma FK | Penyunting : Sandy Maulana
artikel yg menarik!
LikeLike
Terimakasih sudah membaca!
Ditunggu tulisan-tulisan berikutnya yaa..
LikeLike
Tulisan yang menarik! ternyata dari dulu hingga sekarang, masyarakat kita suka dengan tontonan dan lawakan
LikeLike
Terimakasih sudah membaca!
Mungkin sudah mendarah-daging dan terbawa sampai sekarang.
LikeLike